Home » » KHUTBAH / PIDATO PARA KHULAFA AR-RHASYDIN KETIKA DI ANGKAT JADI PEMIMPIN

KHUTBAH / PIDATO PARA KHULAFA AR-RHASYDIN KETIKA DI ANGKAT JADI PEMIMPIN

Written By al-minhaj on Jumat, 18 September 2015 | 22.08

Sahabat… Disini penulis tidak akan membahas prosesi pengangkatan Abu Bakar As-sidiq, ‘Umar ibnu Khattab, ‘Utsman ibnu ‘Affan dan ‘Ali ibnu Abi Thalib Ra sebagai khalifah. Karena itu cukup panjang untuk dibahas dan kolom ini tidak akan cukup untuk membahas masalah itu.

Pada edisi kali ini penulis akan fokus membahas khutbah atau pidato para khalifah yang empat setelah di angkat jadi pemimpin. Ini bisa jadi cermin buat para pemimpin sekarang yang di amanahi oleh ummat untuk mengemban amanah yang begitu berat. Karena tanggungjawab pemimpin bukan hanya didunia saja, tapi juga harus bertanggungjawab di akhirat kelak, dihadapan sang khalik, Allah Swt.

Abu Bakar As-Siddiq Ra
Saat permulaan pemerintahannya, dia menggerakan langkah-langkahnya dalam rasa malu dan takut sambil mengarahkan pandangannya ke mimbar Rasulullah Saw, mimbar yang sering di gunakan Rasulullah Saw untuk menyeru kaum muslimin dan mengajak mereka untuk mengikuti petunjuk agama yang benar. Abu Bakar yang naik ke atasnya untuk pertama kali setelah kepergian pemilik mimbar dan pemimpinnya. Ia naiki dua anak tangga kemudian duduk, karena ia tidak mau menaiki setiap anak tangga. Ia tidak mau duduk ditempat Rasulullah Saw duduk. Ia kemudian berpidato, menyampaikan janji dan pesannya.

“Hai orang-orang….
Sesungguhnya aku di angkat menjadi pemimpin kalian dan aku bukan yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah aku. Dan jika aku berbuat keburukan, maka luruskanlah aku. Ketahuilah, sesungguhnya orang yang lemah pada kalian adalah kuat di sisiku, hingga aku berikan hak kepadanya. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka apabila aku durhaka, kalian jangan taat kepadaku.”

Demi Allah, alangkah cemerlangnya permulaan itu. Ia ingin menyingkirkan setiap dugaan orang yang menjadikan mereka meletakkan penguasa di atas derajat dan tempatnya. Ia ingin menetapkan dalam hati mereka bahwa pemerintahan bukanlah suatu keistimewaan.
Abu Bakar menerima jabatan khalifah bukan karena menginginkan dan mengharapkannya. Kalau saja itu bukan tanggungjawab yang menentukan di hari-hari yang menentukan, niscaya ia telah pergi jauh dan meninggalkan urusan yang dicari oleh manusia. Ia sangat benar ketika berkata:
“Demi Allah, tidaklah aku menginginkan pemerintahan baik siang maupun malam dan aku tidak akan memintanya kepada Allah dalam kerahasiaan maupun terang-terangan.”

Sahabat… coba anda lihat pemimpin model sekarang, dari mulai tingkat RW sampai Presiden, ketika mereka terpilih jadi pemimipin, apa yang pertama kali  mereka lakukan? Mereka merogoh kocek sebanyak-banyak demi pesta, hura-hura, hiburan, dll. Sungguh mereka tidak punya rasa malu sedikitpun, bekerja saja belum, tapi pesta sudah digelar. Tak sedikitpun mereka punya rasa takut, bahwa seorang pemimpin memikul tanggungjawab yang sangat besar di dunia maupun akhirat.
Tidakkah mereka malu dengan Abu Bakar Siddiq yang ketika di angkat jadi pemimpin, ia malah mengunci pintunya dengan menangis yang tak henti-hentinya, karena ia faham betul, bahwa setiap pemimpin akan ditanya tentang urusan rakyatnya di akhirat kelak. Wallahu A’lam.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kehidupan



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Al-Minhaj Al-Islamy - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger