Home » , » Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional

Written By al-minhaj on Sabtu, 09 Februari 2013 | 22.45

Oleh:
Erma Pawitasari, M.Ed
Kandidat Doktor Pendidikan Islam Program Kaderisasi Ulama DDII bekerjasama dengan BAZNAS
Direktur Eksekutif Andalusia Islamic Education & Management Services (AIEMS)
PERTANYAAN:
Saya seorang guru dan sedang mendapatkan tugas untuk menyusun dokumen KTSP berbasis karakter bangsa. Salah satu poin yang harus saya tulis adalah tentang tujuan pendidikan nasional. Tapi saya bingung karena ada berbagai versi tujuan pendidikan nasional di dalam dokumen-dokumen kebijakan negara. Mohon bantuan dan penjelasan dari Ibu. Terima kasih sebelumnya.

Sari, Jakarta

Ibu Sari yang disayang Allah,

Untuk menjawab pertanyaan Ibu, saya akan mengupas dokumen-dokumen yang Ibu maksudkan, agar pembaca yang lain mendapatkan gambaran yang lebih jelas.

Landasan utama penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah UUD 45 Pasal 31 tentang Pendidikan, UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. UUD 45 menjamin hak pendidikan rakyat Indonesia sebagaimana disebutkan pada Pasal 31 Ayat 1: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan Ayat 2: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Kedua ayat ini memberikan tugas kepada pemerintah untuk menyediakan pendidikan beserta sarananya bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah berkewajiban membiayai segala pengeluaran yang diperlukan untuk memfasilitasi tertunaikannya pendidikan dasar bagi setiap warga negara. Anggaran yang disediakan cukup besar, yaitu minimal 20% dari APBN dan APBD sebagaimana ditegaskan dalam Ayat 4: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Pendidikan seperti apa yang menjadi hak warga negara? Apa yang harus dikuasai setiap individu rakyat bangsa ini sehingga dapat hidup secara layak, baik, dan normal? Ayat 3 UUD 45 Pasal 31 memberikan jawabannya:

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta berakhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Ada 3 (tiga) petunjuk yang diperoleh oleh keempat ayat di atas, yaitu: (1) pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara; (2) pemerintah wajib menyediakan anggaran yang cukup untuk membiayai pendidikan dasar; dan (3) tujuan pendidikan dasar adalah untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia. Berdasarkan ketiga petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap individu yang menjadi warga negara Indonesia harus mendapatkan pendidikan untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, serta akhlaq mulia dengan biaya sepenuhnya ditanggung negara.

Untuk melaksanakan amanah UUD 45 tersebut, pemerintah menyusun RUU Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian disahkan menjadi UU No. 20 Tahun 2003. Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan tentang makna pendidikan, yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Definisi pendidikan dalam UU Sisdiknas ini mengandung unsur operasional pendidikan, yaitu “sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” dan unsur filosofis pendidikan terkait tujuan pendidikan, yaitu untuk “memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Tujuan pendidikan ini kemudian disebutkan kembali secara khusus pada Pasal 3, menjadi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Ada 3 (tiga) rumusan tujuan pendidikan yang didapatkan dari UUD 45 dan UU Sisdiknas, seperti terlihat dalam tabel berikut:

UUD 45    UU Sisdiknas Pasal 1    UU Sisdiknas Pasal 3
meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Apabila dicermati secara mendalam, tujuan pendidikan yang termaktub dalam UUD 45 sudah mencukupi. Keimanan adalah kewajiban mendasar bagi manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan mengandung tuntutan untuk menjalankan perintah agama, sebagai manifestasi iman. Akhlak mulia merupakan tuntunan atau perangkat dalam berperilaku sehari-hari, sebagai manifestasi dari iman dan takwa.

Tambahan “sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” pada UU Sisdiknas Pasal 3 dapat menimbulkan perdebatan. Pertama, apabila tambahan tersebut berfungsi untuk menjelaskan secara lebih detil makna “akhlak mulia” maka mengapa hanya dibatasi pada “sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Kedua, apabila tambahan tersebut dijadikan tujuan pendidikan dasar, yang artinya wajib terpenuhi, maka apakah adanya warga yang sakit (tidak sehat) menunjukkan kegagalan pendidikan. Sakit dapat terjadi akibat kecerobohan individu, seperti hidup jorok, namun dapat pula merupakan musibah. Musibah dapat berasal dari alam, seperti banjir, tsunami, atau serangan hama. Musibah dapat pula berasal dari masyarakat, seperti penyakit menular. Musibah tidak dapat dijadikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pendidikan.

Tujuan pendidikan yang tersurat pada UU Sisdiknas Pasal 1 lebih bermasalah. Keimanan dan ketakwaan yang dikendaki UUD 45 bergeser menjadi “kekuatan spiritual.” Kekuatan spiritual tidak menuntut seseorang untuk mengimani Tuhan Yang Maha Esa. Penganut Komunisme di China merasa cukup dengan kekuatan spiritual dari roh-roh nenek moyang. Kekuatan spiritual juga tidak menuntut seseorang untuk menjalankan perintah agama.

Paradigma yang digunakan UUD 45 seharusnya diadopsi oleh seluruh produk hukum turunannya. Rumusan tujuan pendidikan nasional harus menyesuaikan dengan UUD. Apabila diperlukan perangkat tambahan, maka perangkat tersebut digunakan untuk menuju tujuan, yakni “meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.” Contohnya adalah perangkat kurikulum yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 36:

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pasal 36 UU Sisdiknas ini tidak menggunakan paradigma UUD 45 sehingga menempatkan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan akhlak mulia sejajar dengan peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, dst. Dalam paradigma UUD 45, peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia merupakan tujuan pendidikan.

Peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik, dst dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Sarana dapat berkembang luas tanpa batas, mengikuti kemajuan jaman serta kebutuhan masyarakat di lapangan, namun tujuan harus konsisten dan pasti. Menjadikan sarana sebagai tujuan berpotensi menggoyang tatanan masyarakat. Masyarakat menjadi bingung dan mempertanyakan ke mana sebenarnya orientasi hidup bangsa ini dan apakah tujuan itu akan tercapai apabila selalu berubah dari masa ke masa.

Kesimpangsiuran tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas terpancar pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang disahkan menjadi UU No. 17 Tahun 2007. UU ini merupakan dasar hukum yang mengatur operasional pembangunan selama 20 tahun, termasuk pembangunan dalam bidang pendidikan. Bab III UU ini menyebutkan:

pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa

Tujuan pendidikan mendapatkan perluasan makna hingga mencakup “mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, dst...” Tujuan yang sebelumnya, sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas, yaitu “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” mengalami metamorphosis menjadi “bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.”
Apabila tujuan dari arah pembangunan (Bab IV) disertakan, maka akan diperoleh rumusan tambahan untuk tujuan pendidikan sebagai berikut:

Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.

Rumusan tujuan pendidikan seakan tidak pernah berhenti bermetaforsis, mengikuti apa yang terbersit di benak tim penyusun undang-undang. Tujuan yang fluktuatif seperti ini mengakibatkan bangsa Indonesia tidak pernah sampai pada tujuannya, karena tujuannya sendiri berubah-ubah. Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus dikembalikan pada tujuan asasi yaitu meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana termaktub dalam UUD 45 Pasal 31 Ayat 3. Tujuan ini hemat kalimat, tidak bertele-tele, mudah diingat, memiliki arah yang jelas dan pasti, serta mencakup seluruh aspek perilaku baik yang diperlukan untuk menjadi manusia yang baik. ***

Sumber : suara-islam.com
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kehidupan



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Al-Minhaj Al-Islamy - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger